Jumat, 18 Juni 2010

Kode Etik Jurnalistik: Sebuah Pertanggungjawaban

Oleh: LR. Baskoro
(Wartawan Majalah Tempo)


FUNGSI kode etik jurnalistik adalah memperlihatkan kepada publik suatu karya jurnalistik. Kode etik ini pula sebagai penuntun seorang wartawan dalam melakukan tugasnya, baik dalam peliputan suatu berita atau menulis dan menyiarkan berita tersebut. Dengan memiliki kode ini, maka wartawan dapat menimbang apakah tindakan yang dilakukannya benar atau salah, baik atau jahat, bertanggungjawab atau tidak.

Dengan adanya kode etik ini, maka seharusnya wartawan dapat:
1. Menimbang prinsip-prinsip dasar, nilai-nilai, kewajiban terhadap dirinya dan kewajiban terhadap orang lain.
2. Menentukan bagi dirinya sendiri bagaimana ia akan hidup, bagaimana ia akan melaksanakan pekerjaan kewartawanannya, bagaimana ia akan berpikir tentang dirinyasendiri dan tentang orang lain, bagaimana ia akan berperilaku dan bereaksi terhadap orang-orang serta isu-isu di sekitarnya. (Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik, Rosihan Anwar 1996).

Wartawan Indonesia juga bekerja berdasarkan kode etik yang disusun mengikuti perubahan dan tuntutan zaman. Kendati kode etik ini tidak langsung berkaitan dengan hukum, tetapi pelanggaran kode etik sangat berpotensi untuk berhadapan dengan hukum.

Kode etik wartawan Indonesia mengenal beberapa prinsip utama yang tidak boleh dilanggar. Itu meliputi
1. Wartawan Indonesia harus menghormati hak masyakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber berita.
3. Wartawan Indonesia menghormati asa praduga tak bersalah, tidak mencampurkan adukkan fakta dan opini, berimbang, serta selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai embargo, latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.

Prinsip mematuhi kode etik ini kini semakin penting jika mengingat kesadaran masyarakat akan hukum makin tinggi. Di luar kode etik yang ditetapkan oleh Dewan Pers, sebenarnya pegangan wartawan Indonesia dalam melakukan tugas adalah “berkiblat” terhadap aturan-aturan di dalam undang-undang yang berlaku.

Misalnya, hak seseorang atas wilayah rumah dan pekarangannya yang diatur dalam hukum positif. Dalam kaitan ini, maka seorang wartawan tidak bisa, atas nama tugas untuk masuk tanpa izin. Tidak hanya melanggar etika, tetapi telah melanggar hak privat seseorang. Kasus-kasus demikian sangat berpotensi untuk diperkarakan. Pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk, misalnya, melapor ke polisi.

Mengakui identitas diri sebagai wartawan adalah keharusan. Tetapi, dalam hal-hal tertentu, untuk kegiatan investigasi reportase, identitas ini kadang harus ditutupi. Kendati demikian, dalam proses investigasi ini, pada saatnya wartawan harus membuka identitasnya.

Kode Etik jurnalis menjadi penuntun seorang wartawan untuk dua hal dalam melakukan profesinya: pencarian dan penulisan berita. Pencarian meliputi etika selama proses perencanaan hingga pencarian berita itu (termasuk pengambilan foto, proses wawancara, pemuatan dokumen) serta penulisan berita yang meliputi proses penulisan sampai berita tersebut selesai.


Dengan demikian, maka ketika seseorang wartawan merencanakam untuk menulis sebuah berita dengan rencana tertentu yang tak terpuji, maka ia sebenarnya sudah mulai melanggar kode etik.

Kode etik sebagai suatu pertanggungjawabam bermakna pula bahwa seorang wartawan berani dan jujur untuk mengakui bahwa berita yang dibuatnya adalah mengambil milik orang lain atau berita yang dibuatnya salah. Dalam kaitan inilah, maka wartawan harus menyebut sumber berita untuk berita yang dibuatnya. Penyebutan ini, di sisi lain, juga untuk mencegah jika ternyata berita itu salah dan ada pihak yang menggugat.

Mengakui kekeliruan adalah harga mahal yang harus dilakukan wartawan terhadap berita atau ketidakakuratan yang dibuat. Tapi, harga mahal ini mutlak harus dilakukan dan dengan cara ini justru akan memberikan penilaian dan citra positif pada pers. Karena itulah, bantahan atau ralat, sepanjang itu memang benar, harus dilakukan pada kesempatan yang pertama. Wartawan harus mengakui kekeliruannya dan meminta maaf atas kekeliruan yang dibuat. ***